miércoles, 10 de septiembre de 2008

Selamat pagi!

Me ha producido curiosidad saber que mi post se ha leído o al menos visto en Indonesia, en Sulawesi, por lo tanto y por si se repite la visita, me gustaría enviar un mensaje en malayo-indonesio. prometo enviar un mensaje en cada idioma de las personas que visiten mi blog.

Selamat pagi! Kembali.
Saksi-Saksi Yehuwa? Itulah nama yang mereka sandang. Nama itu mempunyai makna yang deskriptif, menunjukkan bahwa mereka memberikan kesaksian tentang Yehuwa, Keilahian-Nya, dan maksud-tujuan-Nya. ”Allah”, ”Tuhan”, dan ”Pencipta”—seperti halnya ”Presiden”, ”Raja”, dan ”Jenderal”—adalah gelar dan dapat disandang oleh beberapa tokoh sekaligus. Akan tetapi, ”Yehuwa” adalah nama pribadi dan merujuk kepada Allah Yang Mahakuasa dan Pencipta alam semesta. Ini diperlihatkan dalam Mazmur 83:19 menurut terjemahan Klinkert, ”Supaya diketahuinya, bahwa Engkau sendiri jua dengan namaMu Hua Allah yang Mahatinggi atas seluruh bumi ini.”
Nama Yehuwa dimuat hampir 7.000 kali dalam salinan asli Kitab-Kitab Ibrani. Kebanyakan Alkitab tidak memuat nama itu, tetapi menggantinya dengan sebutan ”Allah” atau ”Tuhan”. Meskipun demikian, bahkan dalam Alkitab semacam ini pun kita biasanya dapat mengetahui di mana letak nama Yehuwa menurut salinan asli Kitab-Kitab Ibrani, karena di ayat-ayat tersebut kata penggantinya ditulis dalam huruf besar, seperti: ALLAH, TUHAN. Beberapa terjemahan modern menggunakan nama Yehuwa atau Yahweh. Oleh karena itu, Terjemahan Dunia Baru menuliskan Yesaya 42:8 sebagai berikut, ”Akulah Yehuwa. Itulah namaku.”
Catatan Alkitab yang menjadi dasar nama Saksi-Saksi Yehuwa adalah Yesaya pasal 43. Dalam catatan itu, dunia ini diumpamakan sebagai ruang persidangan: Allah-allah dari bangsa-bangsa dipersilakan untuk mengajukan saksi-saksinya guna membuktikan keadilbenaran kasus-kasus yang mereka kemukakan atau untuk mendengarkan saksi-saksi di pihak Yehuwa dan mengakui kebenaran. Di catatan itu, Yehuwa mengatakan kepada umat-Nya, ”’Kamulah saksi-saksiku,’ demikian ucapan Yehuwa, ’hambaku yang telah kupilih, supaya kamu mengenal dan beriman kepadaku, dan agar kamu mengerti bahwa aku adalah Pribadi yang sama. Sebelum aku tidak ada Allah yang dibentuk, dan setelah aku tetap tidak ada yang lain. Aku—akulah Yehuwa, dan selain aku, tidak ada juru selamat lain.’”—Yesaya 43:10, 11.
Allah Yehuwa telah memiliki saksi-saksi di bumi ribuan tahun sebelum Kristus lahir. Setelah Ibrani pasal 11 menyebutkan sederetan orang beriman, Ibrani 12:1 mengatakan, ”Maka, karena kita mempunyai begitu banyak saksi bagaikan awan yang mengelilingi kita, biarlah kita juga menanggalkan setiap beban dan dosa yang dengan mudah menjerat kita, dan biarlah kita berlari dengan tekun dalam perlombaan yang ditetapkan bagi kita.” Yesus berkata di hadapan Pontius Pilatus, ”Untuk inilah aku dilahirkan, dan untuk inilah aku datang ke dunia, agar aku memberikan kesaksian tentang kebenaran.” Ia disebut ”saksi yang setia dan benar”. (Yohanes 18:37; Penyingkapan [Wahyu] 3:14) Yesus memberi tahu murid-muridnya, ”Kamu akan menerima kuasa pada waktu roh kudus datang ke atasmu, dan kamu akan menjadi saksiku di Yerusalem maupun di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke bagian yang paling jauh di bumi.”—Kisah 1:8.



Terima kasih. Gracias

Callar

Catón de Útica , un romano que vivió allá por el siglo I antes de nuestra era, escribió :

" La primera virtud es frenar la lengua, y es casi un dios quien teniendo razón sabe callarse".

Esta sentencia contrapone el uso de la lengua con el saber frenarla, claro que alguien dirá: ¿por qué callar cuando se lleva razón?. La realidad es que el ser humano no calla sea que lleve o no lleve la razón, por lo tanto,

la cuestión es si vamos a conseguir algo al hablar de un asunto, si vamos a llegar a la mente y al corazón de la otra persona, de lo contrario, mejor es callar.

El lenguaje humano sirve para comunicarnos, basicamente es un código que, a través de un canal, comunica un mensaje de un emisor a un receptor, el cual , responde actuando como emisor.

¿Por qué responde el receptor convirtiéndose a su vez en emisor ?. Por dos razones, la una porque ha considerado interesante el mensaje recibido, la otra,porque decide que respondiendo al mensaje podrá convencer, informar o incitarle a actuar.

No es , pues, una cuestión de tener o no tener razón, si no sirve para nada la respuesta... mejor es callar.

Catón adquirió fama de terco entre sus contemporáneos pero en realidad tenía el poder de saber callar, por eso se sentía como un dios, un dios en minúsculas, es decir, alguien con poder... el poder de decidir callarse si no iba a convencer a su interlocutor.